Real Madrid Gagal Untuk Menang, Xabi Alonso Dihujat. Real Madrid kembali menorehkan catatan yang kurang memuaskan di musim 2025/2026 ini. Setelah menelan kekalahan tipis 0-1 dari Liverpool di Anfield pada awal November, tim asuhan Xabi Alonso kembali terhenti saat bermain imbang tanpa gol melawan Rayo Vallecano di laga Liga Spanyol. Hasil-hasil ini bukan hanya membuat posisi Los Blancos di puncak klasemen terancam, tapi juga memicu gelombang hujatan pedas dari para pendukung setia. Xabi Alonso, yang baru saja mengambil alih tongkat kepelatihan dari Carlo Ancelotti, kini berada di bawah sorotan tajam. Kritik mengalir deras, mulai dari taktik yang dianggap kurang adaptif hingga keputusan rotasi pemain yang dianggap ceroboh. Meski begitu, pelatih asal Spanyol ini tetap tenang, menekankan pentingnya introspeksi yang seimbang. Apa yang sebenarnya terjadi di balik kegagalan ini, dan bagaimana nasib Alonso ke depan? Mari kita bedah lebih dalam. INFO SLOT
Latar Belakang Kekalahan di Anfield: Real Madrid Gagal Untuk Menang, Xabi Alonso Dihujat
Kekalahan dari Liverpool di Liga Champions menjadi titik balik yang menyakitkan bagi Real Madrid. Pertandingan di Anfield pada 4 November itu berlangsung ketat, dengan kedua tim saling jaga jarak. Gol tunggal tuan rumah dicetak melalui serangan balik cepat di babak kedua, yang memanfaatkan kelengahan lini belakang Madrid. Xabi Alonso mengakui pasca-laga bahwa timnya kurang tajam di sepertiga akhir lapangan. “Kami mencoba bertahan dengan solid, tapi Liverpool terlalu kuat di momen-momen krusial,” ujarnya dalam konferensi pers.
Ini bukan kekalahan pertama yang menunjukkan kelemahan serupa. Sebelumnya, di derby melawan Atletico Madrid, Madrid bahkan kalah telak 2-5. Tiga kesalahan fatal dari Alonso disebut-sebut sebagai biang kerok: rotasi yang terlalu berani di lini tengah, kurangnya pressing tinggi, dan ketergantungan berlebih pada individu seperti Vinicius Junior. Rekor tak terkalahkan Madrid di kompetisi Eropa yang sempat mencapai 20 laga pun pupus seketika. Pendukung mulai bergumam, apakah Alonso, yang dikenal sukses di Jerman, benar-benar siap menghadapi tekanan El Clasico dan rivalitas sengit di Spanyol?
Faktor eksternal juga ikut bermain. Cedera ringan pada beberapa pemain kunci membuat skuad kurang segar, meski Alonso memilih untuk tidak menjadikannya alasan utama. Yang lebih mengkhawatirkan, performa lini belakang yang biasanya kokoh kini terlihat rapuh. Statistik menunjukkan, Madrid kebobolan dari situasi bola mati sebanyak tiga kali dalam dua laga terakhir—sesuatu yang jarang terjadi di era sebelumnya. Ini membuat banyak pengamat bertanya-tanya, apakah filosofi permainan Alonso yang menekankan penguasaan bola justru membuat tim rentan terhadap serangan balik lawan?
Hasil Imbang yang Mengecewakan Melawan Rayo Vallecano: Real Madrid Gagal Untuk Menang, Xabi Alonso Dihujat
Tak sempat bernapas lega, Real Madrid kembali tersandung di pekan berikutnya. Laga tandang ke markas Rayo Vallecano pada 9 November berakhir dengan skor 0-0, hasil yang bagi tim sekelas Madrid terasa seperti kekalahan. Rayo, yang dikenal tangguh di kandang, berhasil mengunci pertahanan dengan disiplin tinggi, sementara Madrid gagal memanfaatkan peluang emas. Dua tendangan penalti yang diklaim seharusnya diberikan kepada mereka justru menjadi bahan perdebatan panas, dengan Alonso mengecam keputusan wasit secara halus.
Pertandingan ini menyoroti kelemahan tersembunyi di bawah asuhan Alonso: ketidakefisienan di laga-laga ‘mudah’. Madrid mendominasi penguasaan bola hingga 68 persen, tapi hanya menghasilkan tiga tembakan tepat sasaran. Fans di media sosial langsung meledak, menyebut taktik Alonso terlalu prediktif dan kurang variatif. “Kami butuh lebih dari sekadar passing cantik; kami butuh gol,” tulis salah satu akun pendukung terkemuka. Ini menjadi pukulan telak, karena sebelumnya Madrid menang meyakinkan 4-0 atas Valencia, meski sempat ada kontroversi penalti yang meleset.
Alonso sendiri tampil defensif dalam wawancara pasca-laga. Ia menekankan bahwa November masih terlalu dini untuk panik, dan tim perlu fokus pada pertumbuhan jangka panjang. Namun, kekhawatiran muncul soal form pemain bertahan utama, yang tampak kehilangan ritme. Dip form ini bisa merusak momentum awal musim, terutama dengan jadwal padat yang menanti, termasuk duel krusial di kompetisi domestik dan Eropa. Bagi banyak orang, hasil imbang ini bukan sekadar poin hilang, tapi sinyal bahwa skuad perlu penyesuaian mendesak.
Respons dan Kritik terhadap Xabi Alonso
Gelombang hujatan terhadap Xabi Alonso mencapai puncaknya pasca-imbang melawan Rayo. Di platform media sosial, tagar kritik bermunculan, dengan fans menuding pelatih 43 tahun itu sebagai “manajer terburuk sejak lama” atau bahkan menyarankan agar ia kembali ke Jerman. Salah satu poin utama adalah taktiknya yang dianggap terlalu bergantung pada penguasaan bola, tapi lemah dalam transisi cepat—kelemahan yang dieksploitasi Liverpool dan Rayo. Bahkan mantan pemain seperti Gareth Bale disebut-sebut memberikan komentar yang dianggap sebagai sindiran terselubung, meski Alonso membalas dengan menyebutnya sebagai masukan baik dari masa lalu.
Di sisi lain, Alonso menunjukkan ketenangan khasnya. “Kami harus kritis terhadap diri sendiri, tapi secukupnya. Ini Real Madrid, kami tahu targetnya, dan November bukan akhir cerita,” katanya. Ia juga menegaskan kepercayaan penuh pada skuad, menolak narasi krisis. Klub pun menyatakan dukungan total, meski ada kekhawatiran internal soal penurunan form secara keseluruhan. Pengamat sepakat bahwa tekanan ini wajar untuk pelatih baru, tapi jika hasil buruk berlanjut, posisi Alonso bisa goyah.
Kritik ini juga menyentuh isu lebih luas: adaptasi filosofi Alonso dengan DNA Madrid yang menuntut trofi instan. Suksesnya di tim sebelumnya dibangun pelan-pelan, tapi di sini, ekspektasi melonjak tinggi. Beberapa fans membela, menyebut ini fase transisi normal, tapi mayoritas menuntut perubahan cepat—mulai dari formasi lebih fleksibel hingga integrasi pemain muda.
Kesimpulan
Kegagalan Real Madrid meraih kemenangan beruntun ini meninggalkan banyak pertanyaan besar. Dari kekalahan di Anfield yang mematahkan rekor, hingga imbang mengecewakan lawan Rayo, semua menunjukkan bahwa tim masih dalam proses adaptasi di bawah Xabi Alonso. Hujatan dari fans memang pedas, tapi itu bagian dari passion sepakbola di Madrid. Yang terpenting, Alonso dan skuadnya harus belajar dari kesalahan ini: perkuat lini belakang, tingkatkan ketajaman depan, dan adaptasi taktik lebih cepat.
Ke depan, November yang panjang ini bisa menjadi titik balik. Dengan laga-laga krusial menanti, Madrid punya kesempatan membuktikan diri. Jika Alonso mampu mengubah kritik menjadi bahan bakar, Los Blancos bisa bangkit lebih kuat. Sepakbola penuh kejutan, dan bagi tim sebesar ini, satu draw atau loss takkan menghancurkan segalanya—asalkan mereka bangkit. Pendukung setia menunggu, dan bola masih bundar.