
Striker Arab: Seharusnya Kami Menang Telak atas Indonesia. Dalam hiruk-pikuk persiapan kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, suara lantang dari eks striker Arab Saudi, Obeid Al-Dosari, langsung mencuri perhatian. “Seharusnya kami menang telak atas Indonesia,” ujarnya, merujuk pada potensi skuad Green Falcons yang kini menghadapi Timnas Garuda di laga pembuka putaran keempat. Pernyataan ini muncul jelang duel krusial di Stadion Prince Abdullah Al-Faisal, Jeddah, yang dijadwalkan digelar dalam waktu dekat. Al-Dosari, yang pernah merumput di era keemasan sepak bola Saudi, tak segan memprediksi kemenangan 4-0 untuk negaranya. Bagi banyak pengamat, ini bukan sekadar omongan lama, melainkan pengingat akan dominasi historis Saudi atas Indonesia. Namun, di balik nada percaya diri itu, ada nuansa tantangan: Timnas Indonesia kini tak lagi tim lemah yang dulu. Artikel ini mengupas lebih dalam dinamika pertarungan ini, dari rekam jejak hingga harapan kedua kubu. BERITA TERKINI
Latar Belakang Duel yang Penuh Sejarah: Striker Arab: Seharusnya Kami Menang Telak atas Indonesia
Pertemuan Arab Saudi dan Indonesia selalu sarat emosi, terutama di kualifikasi Piala Dunia. Rekor head-to-head menunjukkan Saudi unggul telak, khususnya di markas sendiri. Pada 1981, dalam laga persahabatan di Jeddah, Saudi meraih kemenangan 3-0 berkat brace dari legenda Majed Abdullah. Fast forward ke 2022, di Piala AFF di Singapura, Saudi kembali menghajar Indonesia 4-0, dengan gol-gol dari Saleh Al-Shehri dan Firas Al-Buraikan yang memamerkan keunggulan fisik dan teknik. Al-Dosari, yang menyaksikan evolusi timnya, yakin pola itu akan terulang. “Indonesia masih terlalu lemah untuk bersaing di level ini,” katanya, menyoroti celah pertahanan Garuda yang sering kebobolan dari serangan balik cepat.
Tapi, konteks 2025 berbeda. Indonesia, di bawah Shin Tae-yong, telah menanjak pesat. Dari posisi juru kunci di putaran ketiga, mereka finis runner-up grup, mengalahkan Irak dan Vietnam dengan skor meyakinkan. Pencapaian ini tak lepas dari naturalisasi pemain seperti Rafael Struick dan Thom Haye, yang menambah kedalaman skuad. Saudi, meski lolos mulus ke putaran empat, tak luput dari kritik internal. Kekalahan mengejutkan dari Jepang di babak sebelumnya membuat pelatih Roberto Mancini—dijuluki Si Tornado—harus merombak formasi. Al-Dosari sendiri mengakui, “Kami harus waspada terhadap serangan balik Indonesia yang kini lebih tajam.” Latar belakang ini menjadikan laga ini bukan sekadar poin, tapi ujian adaptasi bagi kedua tim di era pasca-pandemi.
Analisis Kekuatan Kunci Kedua Tim: Striker Arab: Seharusnya Kami Menang Telak atas Indonesia
Fokus utama Saudi ada di lini depan yang haus gol. Trio striker Saleh Al-Shehri, Firas Al-Buraikan, dan Abdullah Al-Hamdan dipasang Mancini untuk mencetak keunggulan kilat. Al-Shehri, dengan 15 gol di liga domestik musim lalu, dikenal sebagai finisher dingin, sementara Al-Buraikan unggul dalam duel udara. Namun, paradoksnya, trio ini justru miskin produktivitas di level internasional—hanya tiga gol gabungan sepanjang 2024. Al-Dosari menekankan peran Salem Al-Dawsari, winger 34 tahun yang dijuluki Si Tornado karena kecepatan dan visi passingnya. “Dia yang harus dimatikan Indonesia,” tegas eks pemain itu, mengingatkan gol ikonik Al-Dawsari saat Saudi kalahkan Argentina di Piala Dunia 2022.
Di sisi lain, Indonesia mengandalkan keseimbangan. Penjaga gawang Maarten Paes, yang bersinar di MLS, jadi benteng utama, didukung duet bek Rizky Ridho dan Justin Hubner yang tangguh. Lini tengah dipimpin Marselino Ferdinan, playmaker muda yang mencetak lima gol di kualifikasi sebelumnya, sementara serangan bergantung pada kecepatan Rafael Struick. Shin Tae-yong telah melatih skuad ini untuk bertahan rapat dan counter-attack, strategi yang sukses lawan tim kuat Asia. Meski demikian, kelemahan fisik tetap jadi PR: Tinggi rata-rata pemain Indonesia 175 cm kalah jauh dari Saudi yang 182 cm. Analisis ini menunjukkan, kemenangan telak Saudi mungkin terjadi jika mereka dominasi penguasaan bola 60 persen, tapi Indonesia bisa mencuri poin lewat disiplin taktik.
Tantangan dan Peluang di Tengah Tekanan
Tekanan terbesar bagi Saudi adalah ekspektasi domestik. Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 potensial, Green Falcons tak boleh tersandung di awal kualifikasi. Mancini, yang baru saja bentuk trio striker, cari pola kilat untuk hindari jebakan underdog seperti yang dialami lawan Australia. Al-Dosari memperingatkan, “Jika kami lengah, Indonesia bisa ulangi kejutan seperti lawan Vietnam.” Bagi Indonesia, peluang ada di semangat tim: Mereka datang dengan rekor tak terkalahkan di lima laga terakhir, termasuk menang atas Bahrain. Shin optimis, “Kami sudah naik level, tak lagi tim kecil.”
Tapi, tantangan logistik tak boleh diabaikan. Perjalanan ke Jeddah, dengan iklim panas gurun, bisa menguras stamina Garuda. Saudi, di sisi lain, hadapi isu cedera: Al-Hamdan diragukan tampil penuh. Peluang bagi Indonesia adalah eksploitasi set-piece, di mana mereka cetak 40 persen gol musim ini. Secara keseluruhan, pernyataan Al-Dosari jadi pemicu: Bukan hanya prediksi, tapi panggilan untuk Saudi bangkit, sementara Indonesia buktikan narasi “lemah” itu sudah usang.
Kesimpulan
Pernyataan Obeid Al-Dosari—”Seharusnya kami menang telak”—bisa jadi boomerang jika Saudi underestimate lawan. Duel ini bukan sekadar laga pembuka, tapi cerminan evolusi sepak bola Asia: Saudi dengan kekuatan tradisional, Indonesia dengan semangat renewal. Prediksi 4-0 terdengar meyakinkan berdasarkan sejarah, tapi tren terkini Garuda beri harapan seri atau bahkan kejutan. Bagi fans, ini janji hiburan tinggi di Jeddah. Siapa pun pemenang, kualifikasi ini akan tambah seru, dan Al-Dosari mungkin harus revisi prediksinya pasca peluit akhir. Yang pasti, sepak bola tetap tak terduga, dan itulah daya tariknya.